Tiga tahun yang lalu mereka masih tinggal di
perkebunan sawit dan dapat dikatakan belum mengenal dunia luar. Lorensius,
Yeremia, Jufri, dan Felicity masih tinggal di sebuah perkebunan di daerah
Tomanggong. Tempat yang biasa disebut dengan ladang Tomanggong ini dapat
dikunjungi dengan cara menyusuri perkebunan sawit dari pusat kota Lahad Datu,
Sabah-Malaysia. Untuk menuju lokasi harus ditempuh selama empat jam dengan
menggunakan kendaraan sewa.
Alhamdulillah, mereka
tetap dapat bersekolah walaupun tinggal di dalam perkebunan sawit. pemerintah
Indonesia melalui Kemdikbud dan Kemlu mengadakan program Community Learning Center untuk anak-anak Indonesia yang tinggal di
perkebunan sawit Malaysia. Setelah dinyatakan lulus tingkat SMP, setelah tahun
2013 mereka memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke Ibukota Sabah di Kota
Kinabalu di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK). Untuk bersekolah mereka
harus berpisah dengan orangtua dan hidup merantau ke kota. Mereka pun tinggal
bersama guru selama mengenyam pendidikan SMA di Kota Kinabalu. Nuh Baehaque
adalah salah seorang guru yang membina dan membimbing mereka selama di Kota
Kinabalu, Baehaque juga merupakan guru mereka ketika belajar di pusat
pembelajaran Tomanggong.
Semasa bersekolah di SMA Kota Kinabalu,
mereka selalu bercerita dan saling bertanya tentang hal yang bernama kuliah, dan tentang ketidakmungkinan
mereka melanjutkan pendidikan tinggi di Malaysia dikarenakan keterbatasan
dokumen dan tentunya biaya. Tak
disangka, kini menjelang SBMPTN tepatnya hari Jumat (20/5) keempat anak yang baru saja
dinyatakan lulus dari SMA dari Sekolah Indonesia Kota Kinabalu ini “nekat”
untuk pergi ke Indonesia dengan semangat untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Bandung dan Jogja adalah kota yang mereka pilih
sebagai tempat untuk mengikuti SBMPTN. Untuk tiba di lokasi, mereka harus
melaui perjalanan panjang dimulai dari perjalanan sejauh … km dari distrik
Pantai Barat menuju distrik Tawau di ujung timur Malaysia. Untuk menuju
Nunukan, Kalimantan Utara, Indonesia, mereka tidak bisa menggunakan perahu feri
komersial, ketidaklengkapan dokumen adalah masalah utama mereka. Tak jarang
mereka harus menghindari pihak berwajib untuk menghindari penangkapan. Mereka
memutuskan untuk melewati perbatasan Malaysia-Indonesia dengan menggunakan
sebuah perahu dengan menyusuri sungai kecil, melalui sungai ini mereka berhasi
lolos masuk ke Indonesia.
Setelah tiba di Nunukan, mereka harus
menempuh perjalanan berikutnya menuju Tarakan. Setelah menempuh perjalan
sekitar 4 jam , akhirnya mereka tiba di Bandara Juwata. Dikarenakan tidak ada penerbangan
langsng menuju Jakarta pada saat itu, mereka mengambil pesawat dengan tujuan
Banjarmasin baru kemudian menggunakan pesawat yang berbeda menuju Jakarta. Dari
Jakarta mereka menggunakan travel car menuju ke Bandung.
Sebelum pengembaraan mereka menuju Indonesia
dimulai, orangtua mereka harus mengumpulkan uang untuk membiayai perjalanan
mereka yang dapat dikatakan tidak sedikit. Bukan hanya biaya perjalanan, biaya
menginap dan keperluan sehari-hari mereka pun menjadi hal yang perlu
dipersiapkan. Tiba di Bandung para putra-putri Indonesia keturunan Flores Timor
ini bertemu dengan salah seorang mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI) bernama Putri yang dahulu pernah melakukan Program Latihan Profesi (PLP)
di SIKK. Putri membantu menolong untuk mencarikan tempat tinggal, hingga mereka
menemukan kamar sewa, mereka sementara tinggal menumpang di salah satu kosan
kamar tempat teman Putri.
Anak-anak ladang yang penuh semangat ini
berupaya maksimal agar dapat melanjutkan pendidikan melalui jalur SBMPTN. Putri juga mencarikan teman-temannya yang
dapat membimbing mereka dengan pelajaran tambahan. Para orangtua juga berpesan
pada mereka agar persiapan menjelang tes harus dilakukan sebaik-baiknya agar
mimpi untuk belajar di tingkat Universitas dapat terwujud. Karena kemungkinan
untuk kembali ke Malaysia sangatlah kecil, dengan posisi mereka yang pada saat
ini tidak memiliki dokumen yang lengkap, sudah tentu keberangkatan ke negara
Malaysia menjadi sebuah hal yang tidak mudah bahkan mustahil.
Beberapa siswa sudah bertanya tentang kemungkinan
mereka untuk ikut bekerja sambilan di sekitar bandung. Tentu merupakan sebuah
semangat luar biasa yang patut ditiru, pergi jauh melintasi perbatasan negara
dan menyusuri pulau-pulau di Indonesia, jauh dari orang tua, tidak memiliki keluarga,
tidak memiliki tempat tinggal untuk mengambi kesempatan agar dapat belajar di
Universitas. Semoga semangat tinggi mereka dalam meraih pendidikan tinggi dapat
mengantarkan mereka menjadi seorang yang hebat kelak, dan tentunya dapat
menjadi inspirasi bagi seluruh pelajar di Indonesia agar terus bersemangat
untuk bersekolah meski dengan sejumlah keterbatasan. (Rahmadi Diliawan/Ulfah
Siti Sanita)
Trimakasih Pak Deal.. i miss u all.. wish God will blees all.. aamminn
BalasHapus