APKRES 2013 yang dilaksanakan pada 28-29 agustus 2013 ini
merupakan sebuah hal yang memacu saya untuk bertenaga ekstra sehingga dapat
bekerja lebih baik dalam mensukseskan kegiatan yang melibatkan ratusan siswa
Indonesia di tanah Sabah ini.
Angklung bukanlah merupakan hal yang asing bagi saya, sekitar 9
tahun yang lalu saya mengenal Angklung
ketika menimba ilmu di Universitas Pendidikan Indonesia, Alhamdulillah saya dipertemukan dengan
sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) bernama Kabumi yang telah menjadikan saya
mengenal sejumlah kesenian-kesenian asli Indonesia.
Meskipun bukan merupakan hal baru bagi saya, tetapi angklung
merupakan hal baru bagi para peserta didik saya. Sebuah tantangan tersendiri
untuk mengenalkan angklung pada mereka. Jujur, saya sempat bingung ketika
kepala sekolah meminta saya untuk menampilkan kesenian angklung pada pembukaan
APKRES 2013, kebingungan pertama adalah mengkondisikan sejumlah pemain angklung
untuk berlatih menjelang pembukaan APKRES, kebingungan selanjutnya adalah saya
harus mampu membuat mereka suka terhadap lagu yang tidak mereka kenal
sebelumnya.
Untuk kendala yang pertama, kendala terletak pada lokasi latihan
yang tidak tersedia, karena semua kelas telah diisi oleh kegiatan pembelajaran.
Saya juga tidak dapat menggunakan ruang Aula SIKK, karena rekan saya Shelya
sedang berlatih vokal grup di ruang tersebut. Alhasil, saya berlatih di selasar
yang berada di samping aula, tempatnya cukup sempit dan banyak orang yang
berlalu-lalang. “Tidak mengapa, yang penting bisa berlatih” yang ada di dalam
pikiran saya pada waktu itu.
Untuk pemilihan materi yang akan disajikan pada pembukaan APKRES
2013, saya memilih untuk memberikan sajian berupa lagu berjudul “Merah Putih”
karya Gombloh, dan “Manusia Biasa” karya Yovie Widyanto. Unntuk lagu terakhir
saya ubah lirik lagunya sehingga cocok untuk menggambarkan keadaan siswa-siswa
Indonesia di tanah Sabah.
0 komentar:
Posting Komentar